UX Writing yang Lebih Baik: 3 Strategi Efektif untuk Pengalaman Pengguna yang Mulus
UX Writing yang Lebih Baik: 3 Strategi Efektif untuk Pengalaman Pengguna yang Mulus
UX writing adalah aspek krusial namun sering diabaikan dalam desain digital. Ini mencakup potongan teks pendek yang terkait dengan komponen UI seperti tombol, menu, ikon, dan notifikasi, serta teks yang lebih panjang yang ditemukan dalam konten informasional seperti panduan onboarding, FAQ, dan deskripsi produk. Tujuan utama dari UX writing adalah untuk meningkatkan kejelasan, memberikan konteks, dan membantu pengguna menavigasi pengalaman digital. Meskipun tampaknya sederhana, UX writing yang tidak efektif dapat menyebabkan pengguna meninggalkan produk karena frustrasi dan kebingungan.
Dalam artikel ini, Kate Margolis, Becky Specking, dan Zain ul Abidin, desainer Toptal dengan pengalaman luas dalam UX writing, menawarkan tips, alat, dan studi kasus dari portofolio mereka sendiri. Bisnis dapat menggunakan teknik UX writing ini untuk meningkatkan keterlibatan dan memperbaiki pengalaman dari produk digital mereka.
Temukan Nada yang Tepat
Sudah jelas bahwa UX writing harus jelas untuk membantu pengguna berpindah dari titik A ke titik B. Tetapi nada bahasa juga penting: Nada dapat memengaruhi kesan pengguna terhadap merek dan bahkan memengaruhi perilaku mereka.
Dalam studi Nielsen Norman Group ini, peneliti menguji persepsi pengguna terhadap contoh teks web berdasarkan empat dimensi nada: lucu versus serius, formal versus santai, hormat versus tidak sopan, dan antusias versus lugas. Mereka menemukan bahwa nada dari teks memengaruhi apa yang pengguna pikirkan tentang kepercayaan, daya tarik, dan keramahan sebuah perusahaan. Nada yang paling menarik bagi pengguna adalah yang santai, percakapan, dan antusias.
Margolis melakukan uji A/B untuk sebuah agen tiket berbasis di Inggris yang menunjukkan hasil serupa. Ketika dia mendesain ulang jendela keranjang belanja klien, timnya melakukan uji A/B untuk membandingkan dampak bahasa formal dan informal. Tes ini termasuk dua opsi untuk mendorong pelanggan membeli asuransi tiket, seperti yang ditunjukkan dalam grafik di bawah ini.
Bahasa formal versus bahasa informal menunjukkan efektivitas nada untuk agen asuransi tiket. Penulisan informal menghasilkan tingkat konversi 35% lebih tinggi dibandingkan pendekatan formal. Wawancara pengguna mengungkapkan bahwa bahasa formal terasa tidak nyaman, seolah-olah perusahaan mencoba melakukan upsell kepada pelanggan. Namun, bahasa informal membuat pelanggan lebih nyaman membeli asuransi, menggambarkan bagaimana UX writing dapat meningkatkan tingkat konversi.
Margolis berteori bahwa pengguna menyukai penulisan informal karena interaksi harian mereka dengan aplikasi media sosial dan platform pesan yang menggunakan teks yang lebih pendek dan nada percakapan (atau bahkan bermain-main).
Meskipun pengguna cenderung menyukai nada yang santai, bahasa informal tidak selalu cocok untuk setiap merek. Dalam studi Nielsen Norman Group yang disebutkan sebelumnya, pengguna menemukan bahwa teks yang bermain-main dan informal untuk perusahaan asuransi mobil merusak kepercayaan terhadap merek. Dalam kasus tersebut, sampel teks serius dinilai lebih dapat dipercaya, dan pengguna lebih mungkin merekomendasikannya kepada orang lain.
Meski begitu, peneliti menunjukkan bahwa bahasa percakapan dapat membuat merek di industri "kering", seperti keuangan, lebih mudah didekati. Melakukan pengujian, seperti yang dilakukan Margolis, dapat membantu merek menemukan nada yang tepat dan memastikan UX writing mereka memiliki dampak yang diinginkan pada pelanggan.
Letakkan Diri Anda di Sepatu Pengguna
Empati dengan pengguna adalah kunci dalam UX writing. Salah satu cara yang direkomendasikan ul Abidin untuk melakukan ini adalah dengan menggunakan peta empati untuk mengantisipasi reaksi emosional pengguna pada setiap langkah perjalanan. Untuk membuat peta ini, Anda perlu mempertimbangkan bagaimana pengguna bereaksi terhadap layar atau arahan tertentu. Apakah mereka akan bingung? Apakah mereka akan senang?
Selain itu, ul Abidin menggunakan alat seperti Hotjar atau Mixpanel, yang menyediakan peta panas, rekaman layar sesi pengguna, dan analitik untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang pengalaman pengguna. Memeriksa rekaman sesi untuk melihat perilaku pengguna yang sebenarnya—seperti klik marah, pengguliran berlebihan, dan waktu baca yang lama—adalah salah satu cara untuk membantu Anda menambahkan peta empati dan mengidentifikasi UX writing yang perlu dioptimalkan.
Meskipun UX writing bukan selalu penyebab utama frustrasi, memasukkan empati dan kejelasan ke dalam bahasa dapat membantu membuat perjalanan lebih lancar. Misalkan aplikasi pengiriman makanan memberi tahu pengguna tentang pesanan yang tertunda dengan pesan yang samar dalam nada yang acuh tak acuh: “Pesanan Anda telah ditunda.” Pengamatan yang sesuai dari peningkatan tingkat pentalan, peningkatan permintaan dukungan, atau lonjakan ulasan negatif akan menunjukkan titik balik pada peta empati dan menjadi sinyal untuk menyesuaikan UX writing untuk lebih baik mengekspresikan pertimbangan terhadap pengalaman pengguna. Pesan yang lebih baik akan berbunyi: “Kami mohon maaf, pesanan Anda telah ditunda. Pengemudi Anda akan mengantarkannya secepat mungkin. Sementara itu, jangan ragu untuk menghubungi [nomor telepon] untuk bantuan.” Salinan yang diperbarui mengakui reaksi pengguna dan memberikan ajakan bertindak.
Bersikaplah Persuasif (Tetapi Tidak Tidak Jujur)
Menggunakan teknik persuasif dalam UX writing adalah cara efektif untuk mengarahkan pengguna menuju tujuan. Sebagai contoh, prinsip kelangkaan menyoroti ketersediaan produk yang terbatas untuk meningkatkan daya tariknya. Untuk menggunakan pendekatan ini, perusahaan dapat menawarkan produk dalam jumlah terbatas, mengatur penjualan jangka pendek, atau memberikan informasi eksklusif. Tujuan utamanya adalah menciptakan rasa urgensi dan membuat konsumen merasa mereka mungkin ketinggalan. Penjualan Black Friday secara efektif menggunakan prinsip ini dengan menawarkan diskon untuk waktu yang terbatas atau hingga persediaan habis, sehingga meningkatkan pembelian dan keterlibatan pelanggan.
Teknik persuasif bisa sangat efektif—tetapi hanya jika mereka jujur dan otentik, kata Specking. Misalnya, ketika bekerja dengan pengecer kecantikan besar, dia meneliti UX writing di keranjang belanja online perusahaan dan menemukan bahwa pengguna dapat memasukkan produk yang diberi label “dua item tersisa” ke dalam keranjang mereka, memeriksa kembali keesokan harinya, dan melihat bahwa masih ada “dua item tersisa.”
Melihat ketersediaan produk yang rendah mungkin mendorong tindakan, tetapi juga bisa menimbulkan skeptisisme jika label tampak tidak akurat. Tim data pengecer kecantikan tersebut tidak dapat membagikan angka persediaan produk yang tepat dengan tim desain, jadi Specking mengubah teks menjadi salinan positif seperti “Populer di dekat Anda,” “Kembali tersedia,” atau “Best seller bulan ini” untuk menimbulkan daya tarik serupa. Anda juga bisa membuat pernyataan umum, seperti “Persediaan semakin menipis,” untuk menghindari ketidakakuratan.
UX Writing yang Bertujuan untuk Mengesankan
UX writing membimbing pengguna melalui produk digital Anda dan membentuk keberhasilannya. Dengan secara bijaksana menyertakan bahasa yang beresonansi dengan pengguna, UX writing tidak hanya membantu navigasi, tetapi juga meningkatkan pengalaman pengguna secara keseluruhan. Selain itu, UX writing yang efektif menumbuhkan kepercayaan dan loyalitas merek, sementara salinan yang buruk dapat membuat pengguna frustrasi dan menciptakan persepsi negatif terhadap merek. Pada akhirnya, menetapkan nada yang tepat, memupuk empati terhadap pengguna, dan menggunakan teknik persuasif yang otentik dapat memperkuat UX writing dan menciptakan perjalanan pengguna yang lebih baik.